Jakarta, IDN Times – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak di atas Rp16 ribu-an. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS terjadi seiring dengan gebrakan kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
Data Investing.com menunjukkan pelemahan rupiah mencapai 1,4 persen secara year to date (YTD) sampai Jumat (7/2/2025).
Akankah rupiah menguat sehingga nilai tukarnya turun di bawah Rp16 ribu? Menurut Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas, Triwahyono, pergerakan nilai tukar sebuah mata uang bisa menjadi pembentukan nilai atau harga baru. Pembentukan nilai baru itu akan membuat rupiah bergerak di nilai terendah baru, yakni Rp16 ribu-an per dolar AS.
“Kalau saya sih melihat bahwa kita akan find a way to adjust, to stabilize, mungkin yang saya gak bisa jawab. Mungkin apakah kita akan balik ke normal yang kita pikirkannya kayak dulu atau memang nanti akan ada new normal, dan sebagainya,” ucap Tri dalam media briefing di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh di Banda Aceh, Jumat (7/2/2025).
Baca Juga: Sederet Biang Kerok Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS
Baca Juga: Sederet Biang Kerok Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS
1. Pelemahan nilai tukar dirasakan negara lain
Tri mengatakan, dolar AS tak hanya menguat pada rupiah, tapi juga mata uang lainnya. Pemicu yang beragam menyebabkan dolar AS terus menguat.
“Ketika memang terjadi penguatan dolar AS terhadap semua mata uang growth based, gak mungkin kita bergerak sendirian terus kita menguat, sekarang dari Rp16 ribu, misalnya kita kalah di Rp15 ribu, while currencies yang lain itu semua bergerak bersamaan, terjadi penguatan dolar yang sangat signifikan,” ucap Tri.
2. Bank Indonesia siapkan tiga jurus tahan pelemahan rupiah
Meski begitu, Tri memastikan BI terus siaga dalam mengupayakan stabilitas nilai tukar rupiah. BI menyiapkan tiga jalur intervensi apabila diperlukan.
Pertama, BI melakukan intervensi melalui pasar spot untuk menahan pelemahan nilai tukar rupiah.
Kedua, instrumen Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) yang memungkinkan transaksi forward non-dolar AS terhadap rupiah yang dilakukan di pasar domestik, dengan penyelesaian memperhitungkan selisih antara kurs domestic non-deliverable forward dan kurs acuan.
Lebih rinci, ketika importir perlu pembiayaan dolar AS lebih cepat, maka nilai tukar yang ditawarkan mengikuti pergerakan pasar. Dengan instrumen DNDF, importir bisa memperoleh dolar AS dengan harga yang berlaku, tanpa mengkhawatirkan kenaikan nilai tukar.
“Misalnya dia butuh dolar itu sebenarnya bulan depan, tapi karena rupiah yang melemah hari ini, dia pikir bahwa kalau saya gak beli hari ini, nanti bulan depan harganya akan di berapa. Nah, dia bisa aja sebenarnya masuk ke DNDF,” tutur Tri.
3. BI utamakan mekanisme pasar
Meski begitu, Tri menegaskan semua intervensi yang dilakukan BI menyesuaikan kondisi nilai tukar rupiah itu sendiri, dan juga kenaikan permintaan.
Tri mengatakan, untuk melakukan intervensi, BI akan mengutamakan kebutuhan dan melihat kondisi lapangan.
“Triple intervention-nya itu merupakan mungkin gambarnya and & or, jadi maksudnya bisa kita lakukan bersamaan, tapi bisa juga kita lakukan sendiri-sendiri dan bahkan kalau memang kondisinya market sudah bisa berjalan dengan baik kita tidak melakukan intervensi. Jadi tetap bahwa Bank Indonesia itu mengedepankan market mechanism,” ucap Tri.