Rasanya belakangan ini banyak sekali film Indonesia yang mengambil adaptasi dari film luar yang sukses di negaranya. Sebut saja A Miracle in Cell No 7Â yang sukses meraih 5 juta penonton saat rilisnya di tahun 2022. Bahkan di akhir tahun 2024 kemarin dibuat lagi kelanjutannya dengan judul 2nd Miracle in Cell No. 7Â sebagai bukti sukses film pertamanya.
Tak sampai sana saja. Ada juga film Kang Mak yang memiliki cerita asli dari film Thailand berjudul Pee Mak. Film ini pun sukses di bioskop hingga meraih hingga 4.6 juta penonton.
Film lainnya sebut saja ada My Annoying Brother (2024), My Sassy Girl (2022), Sweet 20 (2017), Bebas (2019), Hello Ghost (2023), dan masih banyak lagi. Jika diperhatikan, memang kebanyakan adaptasi ini berasal dari negara Korea Selatan.
Tak heran, film dan serial asal negara tersebut memang banyak digemari masyarakat mulai dari anak muda hingga dewasa. Mengambil cerita yang memang sempat booming sepertinya menjadi langkah instan dalam industri film lokal dalam menarik jumlah penonton.
Awal tahun ini pun Falcon Pictures sebagai salah satu rumah produksi yang “rajin” mengadaptasi film luar ini menghadirkan 1 proyek baru di mana (lagi-lagi) mengambil dari drama serial Korea Selatan berjudul Business Proposal. Serial ini menjadi original Netflix yang sukses di tahun 2022 lalu.
Versi Indonesia ini akan hadir di bioskop tanggal 6 Februari 2025 dalam bentuk film, bukan serial, dengan judul A Business Proposal. Film ini akan dibintangi oleh Ariel Tatum, Abidzar, Ardhito Pramono, dan Caitlin Halderman sebagai tokoh utama.
Yang saya akan bahas di sini bukan soal cerita film ataupun jadi sebuah ulasan. Namun, lebih membahas sedikit kontroversi yang terjadi di detik-detik film ini akan rilis. Karena kontroversi inilah yang membuat saya ragu kalau film ini akan mudah mengambil hati penonton.Â
Memang ada apa sih yang terjadi? Yuk, kita bahas lebih lanjut!
AKTOR YANG DIANGGAP TAK PROFESIONAL
Dari awal pemilihan cast hingga muncul bocoran trailer-nya, banyak netizen yang merasa kurang sreg dengan pemilihan aktor Abidzar sebagai tokoh utama dan pilar cerita yang sebelumnya diperankan Ahn Hyeo Seop. Mungkin bukan soal kemampuan aktingnya, tapi lebih ke look-nya. Mengingat juga Abidzar masih sangat muda dan dipasangkan dengan Ariel Tatum yang usianya lebih tua.
Sosok “pengusaha muda” dianggap belum cocok diperankannya, meskipun ya kita baru bisa menilai keseluruhan jika benar-benar sudah nonton filmnya dan tak hanya sebatas di trailer.
Masalah semakin menjadi ketika dalam sebuah wawancana Abizar mengaku tidak menonton keseluruhan drama aslinya dan ingin membuat karakter baru yang berbeda dari versi original-nya.
Tentu saja hal ini semakin membuat netizen geram, terutama mereka dari kalangan pecinta K-Drama. Abidzar dianggap tidak profesional sebagai aktor. Padahal, di luar sana banyak sekali aktor lain yang melakukan riset dalam untuk membentuk karakter yang sebelumnya pernah ada. Sedangkan kali ini Abidzar dengan seenaknya sendiri ingin membuat karakter baru.
Tak berhenti sampai sana, bahkan Abidzar membuat pernyataan bahwa mereka yang menghujat adalah fans fanatik bahkan rasis. Lagi-lagi ini membuat netizen semakin murka.Kemudian mulailah muncul sebuah aksi untuk memboycot film ini di kalangan netizen sebagai bentuk protes.
Kira-kira, apa aksi ini benar terjadi dan membuat film A Business Proposal jadi tak laku di pasaran?
PERNYATAAN FALCON SEBAGAI BENTUK “PEMBELAAN”
Baru-baru ini Falcon Pictures sebagai rumah studio membuat surat terbuka di sosial media yang menyatakan bahwa banyak kru dan seniman di dalamnya yang punya peran penting dalam proses pembuatan film. Falcon juga meminta maaf jika sebelumnya ada hal-hal atau kejadian yang membuat netizen tidak nyaman.
Tak sampai sana saja, selanjutnya Falcon membuat postingan terbaru di mana merupakan permintaan maaf dari sang aktor itu sendiri, yaitu Abidzar. Di sana tertulis pernyataan Abidzar yang meminta maaf dan menjadikan hal kemarin sebagai pembelajaran dalam hidupnya.
Menurut saya pribadi, mengapa rumah produksi sampai harus membuat pernyataan seperti ini menandakan bahwa mereka memang takut dan terancam oleh reaksi netizen yang tidak ingin menonton filmnya, padahal sebenarnya film tersebut masih punya potensi yang bagus.
Mengutip juga dari salah satu komentar di Instagram Falcon, bahwa permintaan maaf bisa jadi dilakukan bukan karena kesalahan, tapi sebagai bentuk pembelaan di mata masyarakat agar film tetap ditonton oleh mereka.Â
Bisa dibayangkan pula berapa budget yang telah dikeluarkan untuk proyek film ini. Mulai dari izin hak cipta, hingga pemilihan aktor dan aktris papan atas yang tentunya menelan biaya yang tidak murah.
Setidaknya rumah produksi butuh balik modal dulu agar tidak terlihat terlalu rugi. Tapi, melihat kejadian ini yang semakin dekat dengan waktu tayang, tentunya semakin membiaskan harapan bahwa akan laku di pasaran. Prediksi saya pribadi film ini akan flop alias tidak laku, mengingat netizen dari berbagai sosial media benar-benar ingin memboycotnya.
Jika mereka menargetkan bisa tembus jutaan penonton, saya rasa di angka 200 ribu pun masih cukup sulit untuk mendongkrak jumlah penonton. Tapi untuk benar-benar memastikannya kita harus menunggu sampai tanggal 6 ketika film ini resmi rilis di bioskop tanah air.
PELAJARAN PENTING UNTUK AKTOR HINGGA RUMAH PRODUKSI
Hal ini jadi sedikit mengingatkan saya terhadap aktris Arawinda Kirana yang sempat terkena kasus perselingkuhan hingga orang-orang menjulukinya sebagai pelakor. Ketika film Like & Share rilis beberapa tahun silam, film ini hanya mendapat jumlah penonton yang sedikit bahkan tak bertahan lama di layar bioskop.
Apa yang terjadi baik oleh Abidzar dan Arawinda, hendaknya dijadikan sebagai sebuah pelajaran penting bagi aktor/aktris lain hingga rumah produksi untuk bisa menjaga nama baik dari proyek yang mereka jalankan setidaknya sampai film itu tayang.
Netizen Indonesia yang bisa saya katakan ganas ini memang hendaknya jangan disulut lebih jauh jika tak ingin kebakaran. Jika ada satu kesalahan sebaiknya langsung diperbaiki tanpa memperkeruh suasana. Karena dalam dunia perfilman ini tetap saja ujung tombaknya ada di penonton yang merangkap sebagai netizen itu sendiri.
Rumah produksi pun sebaiknya memikirkan matang-matang siapa pemain yang akan digarap, terutama jika diadaptasi dari sebuah karya yang viral dan banyak dikenal masyarakat. Hal ini sebagai bentuk profesionalitas bahwa sebuah rumah produksi tidak main-main dan mengerahkan seluruh tenaga untuk membuat sebuah karya.
Jadi, bagaimana nih, Kompasianer? Apa kalian tetap tertarik untuk nonton film ini? Atau punya pendapat lain tentang seruan boycot oleh ulah aktornya ini? Yuk, bisa saling sharing di kolom komentar.
Akhir kata, sekian tulisan yang bisa saya buat. Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya!
-M. Gilang Riyadi, 2025-