Menurut Ustad Khalid Basalamah, bahwa umur 40 tahun merupakan puncaknya masa-masa remaja. Dan itu ibarat kita sedang dipuncak gunung lalu setelahnya kita akan berjalan turun, apakah lambat atau cepat untuk sampai tujuan (alam kubur).Â
Sudah saatnya semakin memperbanyak ibadah hingga ajal menjemput dan perbanyak berdoa agar diwafatkan dalam keadaan muslim. Selain itu perbanyak istighfar pada Allah atas dosa masa lalu. Termasuk juga, perlu banyak berdoa agar anak keturunannya menjadi orang yang shalih, yang senantiasa ikhlas mendoakan orang tuanya. Di samping itu, infaqkan sebagian rezeki yang ada.Â
Dan jangan lupa, semakin berbakti kepada orangtua, terutama jika mereka masih hidup. Karena kita dan harta kita milik orang tua kita, maka perbanyak doa agar kita bisa mensyukuri nikmat besar yang telah Allah berikan pada kita. Adapun jika orang tua kita sudah tiada maka doakan mereka dan kunjungi teman akrab orang tua kita yang masih hidup dan berbuat baiklah pada mereka.Â
Di anjurkan memasuki umur 40 tahun agar melazimkan doa sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahqaf : 15
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-MU yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.”
Ketika usia sudah sampai mencapai empat puluh tahun, seseorang perlu sering-sering melihat ke dalam dirinya, perjalanan hidup hampir setengah abad. Bagi seorang muslim, tentunya mengetahui bahwa umur umat nabi SAW hanya sekira 60-70 tahun. Berdasarkan hadis Rasulullah SAW, “Usia umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit sekali di antara mereka yang melebihi usia tersebut.” (HR. Ibnu Majah).Â
Saatnya merefleksikan diri. Sudah sejauh mana bekal yang dikumpulkan. Perjalanan panjang yang akan ditempuh sangat butuh bekal yang banyak. Sekarang waktunya mengumpulkan bekal, bukan nanti. Siapa yang bisa menjamin nanti masih ada umur.Â
Seandainya kita tahu sampai berapa lama hidup di dunia. Mungkin kita bisa menunda amal kebaikan hingga mendekati waktu menjelang kematian. Sebelum itu, lakukan semua yang enak dan asyik menurut versi hawa nafsu sampai letih dan terpuaskan.Â
Bersyukur, apabila kita hidup bersama dengan komunitas pengajian, yang gemar amal shaleh. Misalnya NU, Muhammadiyah, atau ormas lainnya yang diakui, atau terdaftar pada MUI. Karena umur kita yang singkat, apa yang sedang dijalani ini akan menjadi lebih bermakna, dan berbobot. Karena sangat baik bersama komunitas tersebut, hidup kita bisa menjadi lebih terkontrol, senantiasa dalam jalan yang lurus, sedikit saja salah jalan maka ada yang menasehati.
Sungguh akan terasa singkatnya umur di dunia ini, apabila kita bandingkan dengan masa hidup di alam kubur. Tentunya semua bisa mengerti dengan mengamati mereka para pendahulu kita. Para nabi, orang saleh, pahlawan, dan selainnya, mereka pernah hidup singkat di dunia ini. Sementara itu, masa hidup di alam kubur sudah menghabiskan waktu puluhan hingga lebih dari ratusan tahun.Â
Menurut Ustad Muhsin Fauzi, “Hidup ini bisa jadi akan terasa hambar bila tanpa ada aktivitas kebaikan. Apa yang belum didapat di dunia ini? Dunia ya begitu saja, semua yang sudah diperoleh ya sudah, lalu mau mencoba yang lain lagi, begitu seterusnya apabila masih bisa beraktivitas”.Â
Dunia ini relatif. Daging dengan ikan teri enak mana? Orang Arab yang sudah biasa makan daging, ia akan pilih ikan teri. Memilih mana mau makan di resto apa di saung sawah? Tergantung dari mana datangnya. Kalau petani akan memilih resto. Bagi musafir, bisa jadi ia akan mencari nuansa baru, ia memilih landscape, dsg. Sebab manusia cenderung akan mencari apa yang belum pernah di dapat.Â
Ketika masih usia anak balita, obsesinya bermain sesuatu, lalu ketika usia mencapai 12 tahun, mungkin ingin uang saku lebih banyak, ketika 17 tahun ingin famous, terkenal, ternama, eksistensi, kemudian pada usia 22 tahun obsesi ingin bekerja, ingin menikah, dst. Dan ketika usia 40-50 tahun, mungkin, bisa jadi ingin posisi, jabatan strategis. Lalu ketika usia 50-70 tahun ingin tubuh selalu sehat.
Ketika seseorang sudah usia 40 tahun, pasti akan malu jika bermain seperti anak balita. Lalu pada usia 50 tahun lebih, bagi sebagian orang bisa jadi malu kalau terkesan mengejar posisi. Meskipun faktanya di atas usia tersebut masih banyak orang yang berminat menjadi aleg, menteri, bahkan presiden. Sementara untuk menjadi penyeru kebaikan “da’i” minim peminat.Â
Padahal itu adalah sebaik-baik ucapan. Sebagaimana dalam tercantum dalam surat 41: Fushilat ayat 33: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan kebajikan, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”.
Dan akhirnya, ketika seseorang sampai di ujung waktu, sudah di depan pintu barzakh, bisa jadi semua orang obsesinya hanya satu, yaitu ingin selamat. Bagi sebagian orang, sudah mulai terbayang apa yang akan dihadapi pada fase kehidupan alam berikutnya.Â
Ini yang penting dan menarik. Jangan sampai sudah sampai di akhir baru punya obsesi begitu, ingin selamat, sudah hampir terlambat jika begitu.Â
Sebelum terlambat, perlu upaya nyata untuk hidup seimbang dengan memperhatikan kebutuhan dunia dan akhirat dengan kata lain jasmani dan rohani. Sehingga dua unsur tersebut menjadi bagian penting dalam aktivitas kehidupan untuk selalu dipenuhi semua indikatornya.Â
Firman Allah dalam Qur’an surat 28: Al-Qoshos ayat 77:
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Bersyukur, bagi yang ikhlas bersedia dibimbing agama ini. Bahwa kita hidup tak hanya di dunia ini saja, ada kehidupan setelah dunia ini. Sebelum itu, setiap saat terus bekerja untuk mengumpulkan bekal untuk nanti.Â
Amalan dakwah adalah amal paling signifikan untuk perbesar amal shaleh. Adakah yang 1 tilawah atau tadarus Al-Qur’an sehari 1 juz? Ada. Sehari 10 juz? Mungkin ada, tetapi sulit, konsekuensinya dia akan tinggalkan kerja, belajar, santai, dst.Â
Tetapi kalau seseorang mempunyai murid, misalnya anak, keponakan, tetangga. Dengan begitu insya Allah bisa. Karena kita punya murid yang sudah kita didik, boleh jadi melalui sebab motivasi dan ilmu yang kita ajarkan, ia beramal saleh, shalat berjama’ah, tadarus harian, infaq, dst. Pahala akan mengalir terus, itulah hikmah dakwah. Buah manis dari ilmu yang bermanfaat.Â