JAKARTA, KOMPAS.com – Di tengah hangatnya isu pembentukan Daya Anagata Nusantara (Danantara) hingga narasi rush money, kinerja bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tetap menunjukkan fundamental kuat.
Sebagai contoh, kinerja terbaik tetap dibuktikan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI). Ketiga bank ini terus mencetak profit serta menjalankan perannya sebagai pilar utama sektor perbankan nasional.
BRI sendiri mampu mencatatkan laba bersih konsolidasian sebesar Rp 60,64 triliun sepanjang 2024, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Rabu (12/2/2025). Pendapatan bank ini juga tumbuh 4,11 persen menjadi Rp 145,30 triliun dari periode sebelumnya yang mencapai Rp 139,56 triliun.
Dari segi penyaluran kredit, BRI menyalurkan senilai Rp 1.354,64 triliun sepanjang 2024, dengan Rp 1.110,37 triliun di antaranya disalurkan ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Baca juga: Di Tengah Dinamika Ekonomi Global, Himbara Cetak Kinerja Solid dengan Tata Kelola yang Baik
Sementara itu, tingkat kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) BRI tercatat di level 2,78 persen, sementara NPL coverage berada di angka 215,01 persen.
Dari sisi dana pihak ketiga (DPK), BRI menghimpun Rp 1.365,45 triliun, dengan komposisi tabungan, giro, dan deposito mencapai 67,30 persen. Total aset BRI pada 2024 mencapai Rp 1.992,98 triliun, naik dari Rp 1.965,00 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Keberhasilan serupa terlihat dari Bank Mandiri. Dikutip dari Antara News, Selasa (11/2/2025), bank ini mencatat total aset mencapai Rp 2.427 triliun pada akhir 2024, tumbuh 11,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Laba bersih konsolidasi Bank Mandiri pun tercatat mencapai Rp 55,8 triliun atau meningkat 1,31 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara, realisasi penyaluran kredit konsolidasi menyentuh Rp 1.670,55 triliun hingga akhir 2024 atau tumbuh 19,5 persen yoy.
Baca juga: Kinerja Bank Himbara Tetap Profesional Setelah Tergabung Danantara, Ekonom: Masyarakat Tak Perlu Khawatir
DPK Bank Mandiri tercatat mencapai Rp 1.699 triliun hingga akhir 2024 atau tumbuh 7,73 persen yoy. Porsi dana murah atau current account savings account (CASA) mencapai 80,3 persen dari total DPK, didorong oleh peningkatan tabungan sebesar 13,4 persen yoy menjadi Rp 665 triliun, serta giro yang tumbuh 3,6 persen yoy menjadi Rp 606 triliun.
Bank Mandiri juga berhasil menjaga kualitas aset dengan rasio NPL terkendali di level 0,97 persen pada akhir 2024 atau turun 5 basis poin dari tahun sebelumnya. Selain itu, rasio pencadangan (coverage ratio) Bank Mandiri berada di level 304 persen pada akhir 2024.
Di sisi lain, BNI membukukan laba bersih sebesar Rp 21,5 triliun, seperti dikutip dari Antara News, Rabu (22/1/2025). Jumlah ini meningkat 2,87 persen dari perolehan tahun sebelumnya sebesar Rp 20,9 triliun.
Adapun pertumbuhan itu didorong oleh transformasi digital yang berhasil meningkatkan tabungan sebesar 11 persen secara tahunan, dari Rp 232 triliun pada 2023 menjadi Rp 258 triliun pada 2024.
Baca juga: Dampak Positif Danantara terhadap Perekonomian Menurut Bank Mandiri
Dari sisi penyaluran kredit, BNI mencatat pertumbuhan sebesar 11,6 persen yoy, dengan total kredit mencapai Rp 775,87 triliun pada akhir 2024. Sementara, total DPK BNI hingga akhir Desember 2024 mencapai Rp 805,5 triliun.
Tidak ada hubungan antara dana kelolaan Danantara dan uang nasabah bank Himbara
Pembentukan Danantara memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat, khususnya nasabah bank Himbara. Kegaduhan tersebut dikarenakan spekulasi yang menyebut bahwa aset bank tersebut akan sepenuhnya dikelola Danantara.
Namun, menurut pakar ekonomi sekaligus Vice Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, kekhawatiran tersebut kurang beralasan.
“Sebenarnya yang dikelola Danantara adalah dividen yang biasanya masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN), bukan aset atau uang nasabah. Jadi, tidak ada dampak langsung ke operasional bank-bank Himbara,” jelasnya saat dihubungi Kompas.com lewat sambungan telepon, Rabu (26/2/2025).
Baca juga: Ada Isu Tarik Dana di Bank BUMN, Manajemen BNI: Tak Perlu Khawatir
Ia juga menambahkan, mekanisme operasional bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap berjalan seperti biasa. Bank Mandiri, BRI, dan BNI tetap beroperasi secara independen, sedangkan Danantara hanya mengelola dividen milik pemerintah sebagai pemegang saham. Oleh karena itu, tidak ada risiko terhadap dana nasabah atau kestabilan bank.
Sebelumnya, kekhawatiran yang sama turut berdampak pada hadirnya narasi rush money yang mencuat di media sosial. Hal ini turut memperkeruh kegaduhan yang ada. Eko kembali menekankan, narasi ini lebih banyak didorong oleh kepanikan sesaat daripada kondisi fundamental sebenarnya.
Bank Himbara, kata Eko, memiliki modal kuat dan sistem pengawasan ketat sehingga risiko gangguan likuiditas akibat rush money sangat kecil.
Sebaliknya, ia melanjutkan, dalam krisis 1998, justru bank-bank swasta yang terdampak. Sementara, bank BUMN malah menjadi tujuan dana masyarakat.
Baca juga: Wamenkeu Jamin PNBP Tetap Aman meski Dividen BUMN Masuk ke Danantara
Eko pun menegaskan, sistem perbankan saat ini jauh lebih matang daripada saat krisis 1998 sehingga skenario serupa sangat kecil kemungkinannya terjadi.
“Kalau mau rasional, sebetulnya tidak ada alasan untuk rush money. Fundamental bank-bank ini kuat, ekonomi Indonesia juga masih tumbuh, dan bank BUMN justru yang paling aman daripada swasta,” ujar Eko.
Maka dari itu, ia mengingatkan masyarakat agar tetap tenang dan tidak terburu-buru dalam menyikapi isu yang berkembang. Eko menegaskan pentingnya memilah informasi dari sumber yang kredibel agar tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang belum tentu benar.
“Masyarakat perlu memahami bahwa sistem perbankan di Indonesia sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Regulasi ketat dan pengawasan dari Otoritas Jasa keuangan (OJK) serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan bahwa dana nasabah tetap aman,” ujar Eko.
Baca juga: OJK Minta Warga Tak Panik soal Danantara, Pastikan Dana Nasabah di Bank BUMN Dijamin LPS
Ia pun menyarankan agar masyarakat tidak terpancing isu yang beredar di media sosial tanpa analisis yang mendalam. Menurutnya, ketahanan ekonomi nasional serta kinerja bank-bank BUMN yang stabil menjadi faktor utama yang membuat skenario rush money tak perlu terjadi.
Menanggapi kekhawatiran publik, pihak OJK dan LPS turut memastikan bahwa kondisi perbankan nasional tetap stabil.
OJK sendiri menyampaikan tidak ada lonjakan transaksi yang mencerminkan rush money dalam sistem perbankan saat ini.
“Kami terus memantau kondisi di lapangan dan sampai saat ini, tidak ada indikasi rush money dalam sistem perbankan kita,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Jumat (21/2/2025).
Hal senada disampaikan Sekretaris LPS Jimmy Ardianto. Ia berkata, semua bank yang beroperasi di Indonesia tetap berada di bawah pengawasan OJK dan menjadi peserta penjaminan LPS.
“Sistem penjaminan yang ada telah dirancang untuk menjaga stabilitas sektor perbankan dan memastikan dana nasabah tetap aman,” katanya.