TRIBUNTRENDS.COM – Bosan dengan wisata air atau umbul di Klaten, kalian bisa mencoba hal lain seperti mengunjungi agrowisata.
Masih di Klaten, kalian bisa memetik buang klengkeng di Jatinom.
Tempat wisata ini dicetuskan oleh petani muda desa setempat bersama masyarakat sekitar.
Baca juga: 5 Restoran Ramah Anak di Klaten, Makan Bareng Keluarga Makin Nyaman, Tentunya Instagramable
Klaten dikenal oleh para wisatawan dengan wisata umbul. terutama wisata Umbul Ponggok di Kecamatan Polanharjo.
Selain itu ada wisata air Rowo Jombor di Kecamatan Bayat dan Girpasang yang yang terletak di lereng Gunung Merapi, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang.
Tidak hanya itu, ada juga agrowisata petik buah klengkeng yang dikembangkan warga Dukuh Karangkendal, Desa Bengking, Kecamatan Jatinom, Klaten.
Agrowisata tersebut hasil kerja sama dari petani muda desa setempat yakni, Muhammad Wiji Supriyono (36) yang akrab disapa supri dan masyarakat desa setempat yakni Kelompok Tani Sarana Makmur.
Ada sekitar 1000 tanaman yang tersebar di kebun hingga di pekarangan rumah milik warga.
Sebelum menjadi agrowisata petik buah kelengkeng, sekitar 2013, Supri tersebut mengembangkan agrowisata petik buah jeruk dari kebun namun gagal.
Akhirnya muncul ide untuk membudidayakan agrowisata petik buah kelengkeng dengan mengajak kelompok tani desa setempat.
Saat itu dirinya mengawali dengan menanam puluhan pohon kelengkeng di kebun miliknya seluas 1.000 meter persegi, namun, kualitas buah yang ditanam tak sesuai harapan.
“60 puluh pohon kelengkeng sampai 2 tahun tidak menunjukkan potensi yang bagus akhirnya kita bongkar, karena kalau diteruskan kita rugi di waktu,” ungkapnya.
Setelah 2 tahun menanam hasil yang diharapkan tidak sesuai.
Membuatnya berfikir mencari solusi.
“Kita waktu itu mengawali menanam kelengkeng tapi hasilnya tidak sesuai, sampai akhirnya kita mengundang narasumber yang berkompeten agar hasil tanaman yang kita hasilkan bagus,” jelasnya.
Konsultasi tersebut membuat Supri dan Kelompok Tani di di Desanya mengembangkan tanam pohon kelengkeng itoh super.
Mereka mencoba menerapkan teknologi pertanian dengan sistem okulasi hingga satu batang tanaman lengkeng memiliki buah lengkeng beragam.
Sekaligus memanfaatkan tanaman kelengkeng yang 2 tahun sebelumnya pernah ia tanam.
Karena melihat potensi yang ada, akhirnya kelengkeng tersebut juga ditanam di tanah pekarangan milik warga sehingga hampir setiap warga memiliki tanaman kelengkeng di pekarangan rumahnya.
Seiring berjalannya waktu, kini Supri juga mengembangkan ke sektor peternakan yakni lebah madu.
Untuk menarik pengunjung, Kelompok Tani Hutan Sarana Makmur menawarkan beberapa paket eduwisata.
Selain wisata petik buah, ada juga paket eduwisata yang ditawarkan dimulai dari Rp 5 ribu per orang, yakni wisata tanaman, sedangkan jenis tanamannya disesuaikan dengan permintaan pengunjung.
Kedua paket UMKM Rp 7 ribu per orang, dengan paket tersebut pengunjung dapat melihat sekaligus merasakan langsung hasil olahan UMKM di desa setempat yakni produksi tortilla jagung.
Yang ketiga adalah paket lebah madu senilai Rp 5 ribu per orang, paket tersebut memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk melihat proses produksi lebah madu klanceng atau lebah mellifera.
Pengunjung juga bisa melihat proses budi daya serta memegang lebah sekaligus mencicipi madu secara langsung.
Selain itu, bagi ada juga sapi yang disewakan bagi pengunjung yang ingin berkeliling desa sambil menunggang sapi.
“Kalau pengunjung berminat, juga bisa menunggang sapi keliling desa dengan biaya Rp 50 ribu per satu ekor setiap 30 menit,” ungkapnya.
Supri menjelaskan jika pengunjung yang datang ke desa tersebut rata-rata dari siswa, baik dari dalam dan luar Kabupaten Klaten.
Untuk kedepannya pengembangan agrowisata dan eduwisata itu akan terus dilakukan.
“Kami mengembangkan ini bukan semata-mata mencari profit, tetapi lebih ingin menggerakkan masyarakat,” tegasnya.
Nantinya, wisata petik buah akan difokuskan pada hari Sabtu Minggu, sedangkan eduwisata akan diterapkan pada hari kerja.
“Wacana ke depan kita ingin membangun beberapa tempat seperti tempat parkir dan pendopo agar pengunjung lebih nyaman saat berkunjung ketempat kami,” harap Supri.
Ditemui di lokasi yang sama, Ketua Kelompok Tani Sarana Makmur, Wiyono, mengatakan jika kelengkeng di tempatnya tidak hanya bisa dinikmati pada musim-musim tertentu.
“Kalau panen raya itu di bulan September Oktober, namun kelebihan dari kelengkeng etos super dapat berbuah sesuai keinginan kita,” jelas Wiyono.
“Kalau mau dibuat sebulan sekali berbuah juga bisa,” tambahnya.
Dengan penerapan teknologi pertanian, proses tumbuh pohon kelengkeng untuk mengatur waktu berbuah adalah hal yang mungkin dilakukan untuk saat ini.
Sehingga bukan hal yang mustahil untuk pohon kelengkeng yang ada di wilayah tersebut bisa dipanen setiap akhir pekan secara bergantian.
(TribunTrends.com/TribunSolo.com)