Angin musim dingin di penghujung Februari terasa menggigit sampai ke tulang, suhu udara juga masih sering di bawah nol derajat. Hari ini saya akan bertemu dengan Kompasianer Meike di Stuttgart. Perjumpaan yang sudah kami rencanakan untuk menikmati kuliner tanah air yang ada di kota ini.
Romantika Pendler
“Jauh berjalan banyak dilihat,” begitu kata peribahasa. Bagi Pendler, meskipun melewati rute yang sama setiap hari akan melihat dan mengalami situasi yang berbeda. Sesekali ada kejadian tidak terduga dan mengejutkan.
[*Pendler; orang yang menempuh perjalanan jarak jauh setiap hari ke tempat kerja. Di Jerman, biasanya sebutan Pendler digunakan untuk karyawan yang menempuh jarak mulai dari 25 km atau 40 menit satu kali perjalanan.]
Saat tiba di stasiun kereta kecil dekat kantor, tertulis di papan digital kereta jurusan Stuttgart “fällt aus” (dibatalkan). Setengah jam lagi kereta dengan jurusan yang sama akan datang. Menunggu di ruang terbuka dengan situasi seperti ini bukan hal yang menyenangkan.
Hal-hal tidak terduga di jalan bisa terjadi kapan saja. Keterlambatan, pembatalan kereta, bahkan strike yang beberapa waktu lalu terjadi. Risiko seorang Pendler seperti saya, harus menghadapi dan (terpaksa) menerima situasi yang tidak nyaman begini.
Saya memutuskan untuk naik kereta dengan jurusan yang berlawanan arah. Paling tidak, di stasiun berikut yang relatif besar, saya bisa memilih beberapa kereta nomor lain dengan jurusan Stuttgart.
Tiba di stasiun selanjutnya, kereta berhenti di peron 5, tampak peron seperti lautan manusia, bahkan tangga penghubung lantai bawah juga padat. Pemandangan seperti ini belum pernah saya alami.
Kereta menuju Stuttgart berangkat dari peron 3. Saya menerobos padatnya kerumunan orang, menuruni tangga, menuju peron sebelah. Langkah kaki saya terhenti. Di depan tangga naik menuju peron 3, terpasang garis polisi dan dua polisi berjaga dan menjawab orang yang bertanya. Di ujung tangga seberangnya terparkir mobil polisi.
Sekarang saya mengerti mengapa kereta jurusan Stuttgart sebelumnya dibatalkan. Ada kejadian luar biasa hari ini, mungkin kecelakaan. Saya berjalan menjauhi lokasi. Di sini, jika ada kecelakaan atau sejenisnya, lokasi akan dijaga dan dikosongkan dari berkerumun. Tidak ada yang diizinkan mendekat.
Dari aplikasi perusahaan kereta Jerman – Deutsche Bahn saya melihat kereta dialihkan ke peron 5. Ketika berada di kereta menuju Stuttgart, dari jendela saya melihat ke peron 3. Tampak beberapa orang polisi berdiri memagari area di depan mereka dengan memegang kain penutup. Saya yakin, itu adalah korban kecelakaan. (Malam hari saya baca di media, ada percobaan bunuh diri.)
Orang terlihat ingin tahu dan memandang dari jendela kereta, tetapi tidak ada yang mencoba memotret kejadian itu. Hal ini merupakan pelanggaran di negara ini.
Gaffer: Di Jerman, Pemotret Kecelakaan Mendapat Sanksi Berat
Resto Indonesia Pertama di Stuttgart
Walaupun tersendat di perjalanan, ternyata saya tidak terlambat dari janji. Kami berdua ngobrol dan ngopi sejenak di gerai kopi. Kalau sudah bertemu pasti banyak yang menjadi bahan pembicaraan dan lupa waktu.
Restoran Indonesia di Stuttgart ini relatif sangat baru. Sejak 20 tahunan tinggal di Jerman, saya belum pernah mendengar ada restoran Indonesia di kota ini. Resto Jojo, tepatnya Jojo’s Resto & Bar ini adalah yang pertama di Stuttgart, sepanjang yang saya ketahui.
Saya senang sekaligus penasaran untuk mencicipi makanan di sini. Pemiliknya Jojo, seorang perempuan dari Jawa yang menikah dengan orang Jerman.
Saat kami datang, resto sedang sepi karena jam makan siang sudah lewat. Ada untungnya juga resto tidak ramai, kami bisa mengobrol dengan pemiliknya dan salah satu karyawannya, seorang mahasiswa yang juga dari Indonesia.
Ada Cita Rasa Makassar di Munich
Kalau menuruti kata hati, inginnya saya mencicipi semua makanan yang ada di daftar menu. Sayangnya daya tampung perut terbatas. Akhirnya saya memilih menu Ayam Geprek, padahal saya ingin sekali mencicipi baksonya. Ditimbang-timbang, saya sudah cukup lama nggak makan ayam geprek. Meike memesan nasi Rendang.
Saat saya tanya, koki yang meracik Rendang ini orang Minang. Jadi, rasanya pasti tidak akan mengecewakan. Memang tidak sia-sia saya mengunjungi dan mencicipi makanan di restoran ini. Cita rasa makanan yang dihidangkan memang autentik dan penataan makannya juga sangat cantik.
Semoga Resto Jojo bertahan dan makin berkembang. Siapa tahu nanti ada tambahan jajanan juga. Lain waktu, saya akan datang bersama seorang teman baik yang berasal dari negara lain. Ini juga cara saya mempromosikan makanan Indonesia.
Salam hangat dari Jerman
Hennie Triana Oberst
Germany, 26.02.2025