TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Polda Bali diminta segera menengahi persoalan antara Desa Adat Gulinten dan Desa Adat Ngis, di Karangasem.
Berkaitan dengan konflik atas obyek wisata Lahangan Sweet yang berdampak pada sektor pariwisata Pulau Dewata di Karangasem.
Konflik bisnis ini sempat viral di media sosial. Obyek wisata tersebut berada di ketinggian 1.200 MDPL menyajikan pemandangan alam, menjadi spot yang menarik banyak wisatawan dengan potensi desa adat.
Sebagaimana program Pemerintah Provinsi Bali untuk menjadi desa mandiri, bahkan obyek dibangun dengan swadaya dana masyarakat Desa Adat Gulinten.
Baca juga: MAHAYASTRA Tunggu dengan Sabar, Pelantikan Bupati Kembali Diundur, Mendagri Resmi Batalkan Tanggal 6
Baca juga: BREAKING NEWS! Warung Burger Kebakaran di Klungkung, 2 Armada Damkar Dikerahkan Padamkan Api
Kuasa hukum masyarakat adat Desa Gulinten, Ninayanti, SH, S.Sos, M.Si, mendatangi Polda Bali bersama dengan perwakilan desa, untuk meminta perlindungan hukum dan mediasi atas konflik yang terjadi, pada Jumat 31 Januari 2025.Â
Destinasi wisata Lahangan Sweet yang dikelola Desa Gulinten menjadi andalan pariwisata, bagi warga desa yang terletak di Kecamatan Abang, Karangasem, Bali tersebut kini pengunjungnya menurun signifikan dalam beberapa waktu terakhir.Â
Permasalahan ini bermula dari adanya dugaan pencegatan di akses masuk, yang berujung pada upaya memberhentikan wisatawan dan cenderung memaksa wisatawan untuk menaiki shuttle bus yang memberatkan wisatawan dan justru membuat citra pariwisata Lahangan Sweet menurun dan banyak yang ogah lagi berkunjung.
Pasalnya sekitar 3 kilometer sebelum masuk Desa Gulinten, wisatawan harus melalui Desa Ngis, pihak Desa Ngis berinisiatif menerapkan sistem shuttle bus secara sepihak bagi pengunjung wisata Desa Gulinten.
Akan tetapi, masyarakat Desa Gulinten selaku pengelola wisata menilai bahwa keberadaan shuttle bus tersebut justru menjadi alat pemaksaan bagi wisatawan, dan menurunkan minat wisatawan karena harga untuk memasuki obyek wisata bisa meningkat 3 kali lipat.
Ia menyebut ada pelanggaran Hak Servituut  karena menutup akses jalan umum yang seharusnya bisa dilewati secara bebas oleh setiap orang yang melewati jalan tersebut.Â
“Ini menyebabkan harga tiket masuk melambung hingga Rp170.000, jauh dari tarif normal sekitar Rp50.000-Rp60.000, sebenarnya obyek wisata ini bisa diakses tanpa shuttle,” ungkap Ninayanti saat dijumpai Tribun Bali di Polda Bali.Â
“Banyak wisatawan juga mengeluhkan hal itu dan mengakibatkan turunnya rating Lahangan Sweet di berbagai platform wisata online, yang sebelumnya memiliki ulasan positif dari wisatawan domestik maupun mancanegara,” imbuhnya
Dalam menyikapi situasi ini, Nina menjelaskan bahwa Desa Gulinten sebelumnya telah berupaya mencari solusi melalui Polres Karangasem dalam program “Jumat Curhat” pada 16 Agustus 2024. Namun, hingga kini belum ada solusi konkret.
Meski sempat ada perdamaian namun perjanjian tidak tertulis sehingga tidak ada bukti  yang mengikat kedua belah pihak yang menimbulkan masalah di kemudian hari.Â
Oleh karena itu, pihak Desa Gulinten meminta Kapolda Bali untuk turun tangan sebagai mediator guna mencegah eskalasi konflik yang lebih besar ke depan hari yang bisa berpotensi terjadi.
Â
“Kami berharap Kapolda Bali bisa segera merespon permasalahan ini dan menjadi penengah agar tidak terjadi konflik berkepanjangan, kami memohon perlindungan hukum Kapolda Bali agar Polda Bali menjadi mediator agar tidak terjadi gesekan di masyarakat,” bebernya.
“Wisata ini awalnya dibangun atas swadaya masyarakat, dan hasilnya seharusnya bisa dinikmati oleh warga tanpa ada tekanan dari pihak lain,” jabar dia.
Menurutnya, perkara ini juga menyangkut wanprestasi, karena sebelumnya telah ada kesepakatan terkait pembagian hasil dari sistem shuttle bus dari harga Rp 70.000, sebesar Rp10.000 per shuttle kepada Desa Gulinten dan Desa Ngis mendapat Rp 60.000, namun kesepakatan tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh pihak terkait.
Kasus ini agaknya menjadi perhatian serius, mengingat upaya-upaya pemaksaan yang memenuhi unsur pidana pasal 368 KUHP ini dinilai dapat mencoreng citra pariwisata Bali.
“Bali sedang dalam momentum yang luar biasa sebagai destinasi wisata dunia. Jangan sampai permasalahan ini mencoreng citra positif yang telah dibangun selama ini,” tambah Nina Yanti.
Nina membeberkan, masyarakat Desa Gulinten berharap agar Kapolda Bali segera mengambil langkah mediasi agar permasalahan ini tidak semakin melebar.
“Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan kehadiran Polda Bali, baik Kapolda Bali atu Dir Binmas Polda Bali. Kami tidak ingin, ada bentrokan antar masyarakat adat di Bali,” pungkasnya.Â
Pada kesempatan itu, Sekretaris Desa Adat Gulinten, I Wayan Swandi, menyayangkan bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke destinasi tersebut mengalami penurunan karena hal tersebut, padahal pemerintah menerapkan program desa mandiri dan kini terancam tutup.Â
Masyarakat Desa Adat Gulinten telah menempuh berbagai jalur untuk menyelesaikan persoalan ini. Wayan Swandi menyebut bahwa warga telah menggelar paruman adat yang akhirnya memutuskan memohon bantuan Polda Bali, karena tidak ingin adanya gesekan di desa.
“Kami sepakat untuk tidak bertindak anarkis. Kami tetap menggunakan saluran konstitusi yang dimungkinkan oleh undang-undang. Oleh karena itu, Paruman Desa Adat Gulinten menunjuk tim advokat untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Wayan Swandi,
Menurutnya, pihaknya sudah mencoba menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, namun belum mendapatkan respons yang memadai.Â
Pihak Desa Gulinten sempat membuat rute baru, tanpa melewati Desa Ngis namun melewati Desa Adat Peguyangan yang membuat ketersinggugan antar desaÂ
Destinasi wisata Lahangan Sweet mulai dikembangkan sejak 2018 melalui swadaya masyarakat. Pada 2019, meskipun sempat terkena dampak pandemi COVID-19, kawasan ini terus berkembang dengan dukungan penuh dari warga Desa Adat Gulinten.
Saat momentum G20 tahun 2022, wisata ini semakin dikenal dan mengalami lonjakan wisatawan yang signifikan.Â
Promosi yang dilakukan melalui berbagai platform, termasuk dukungan dari maskapai penerbangan seperti Air Asia dan Emirates, turut meningkatkan popularitasnya.Â
Bahkan, tokoh-tokoh penting juga turut serta dalam promosi destinasi tersebut. Namun, pada 2023-2024, munculah perselisihan ketika Desa Ngis berusaha ikut andil dalam pengelolaan wisata ini.Â
Menurut Wayan Swandi, masyarakat Desa Adat Gulinten sebenarnya tidak menolak kerja sama, tetapi harus sesuai dengan aturan Majelis Desa Adat yang mengharuskan keterlibatan pihak pemerintah.
“Kami meminta agar kerjasama tidak dilakukan hanya antar dua desa, tetapi harus melibatkan pemerintah seperti yang diatur dalam peraturan Majelis Desa Adat. Namun, kami tetap mencoba membangun komunikasi secara kekeluargaan,” jelasnya.
Dampak dari kejadian ini sangat signifikan. Sebelumnya, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Lahangan Sweet bisa mencapai 600 orang per hari pada musim ramai. Kini, jumlahnya menurun drastis hingga 50 persen.
“Dulu bisa 600 wisatawan per hari, sekarang hanya sekitar 300-400 orang. Ini jelas merugikan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada pariwisata,” ungkap dia.
Sejauh ini, pihak pemerintah daerah (Pemda) maupun Majelis Desa Adat belum memberikan tanggapan atau mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini.Â
Oleh karena itu, masyarakat Desa Adat Gulinten berharap agar pihak berwenang, termasuk kepolisian dan Pemda, segera turun tangan.
“Kami butuh solusi segera. Jika terus dibiarkan, ini tidak hanya merugikan kami sebagai warga desa adat, tetapi juga merusak citra pariwisata Bali yang sudah dibangun dengan susah payah,” tutup dia. (*)